Tak terasa bulan yang penuh berkah ini
akan pergi meninggalkan raga ini sendiri. Bulan di mana segala fokus hanya
tertuju pada Sang Kuasa, membuat si pemilik raga bersimpuh untuk memohon ampun
atas apa yang telah diperbuatnya. Ketenangan juga kenyamanan yang dapat diperoleh
saat semuanya tertunaikan ikhlas Lillahi Ta'ala. Entah kenapa cinta itu hadir
dengan sendirinya, sehingga untuk melepaskannya pun juga sangat berat sekali.
Walaupun masih ada untuk tahun depan, tapi khawatirnya diri ini jika tidak
diperkenankan untuk berjumpa dengannya kembali.
Penantian
yang sangat panjang sampai dua bulan sebelumnya disiapkan secara matang untuk
menyambut kedatangannya. Rindu yang telah tertunaikan tatkala senja telah
berubah menjadi petang. Ya! Tarawih pertama dengan gema puji-pujian khas
ramadhan pertanda bahwasanya esok sudah waktunya menunaikan shiyam. Alangkah mirisnya, yang biasanya
halaman rumah penuh dengan orang sholat kini telah berubah sepi tanpa seorang
insan pun yang hadir. Itupun jika mau juga sekedar saf paling depan yang memuat
empat orang saja. Terlebihnya paling hanya tambah satu saf dibelakangnya.
Seakan semuanya telah tumbang dan takut dikarenakan sebuah pandemi yang
berhasil membuat dunia ini membuka mata. Tampilan baru dengan mengikutsertakan
masker dalam beribadah seakan terdapat rasa ganjil di dalamnya. Hati ini seakan
menolak, tapi harus bagaimana lagi? Memang kondisinya juga seperti ini.
Hari
demi hari terlalui dengan sibuknya target yang akan dicapai. Ada saja sesuatu
hal yang dapat memalingkan hingga masuk mengambil alih pikiran yang tenang
menjadi gundah. Hati menginginkan taqwa tetapi pikiran menginginkan dunia.
Sebuah dilema yang sulit sekali untuk ditaklukkan. Memang itu semua juga
tergantung pada setiap individu. Bagaimana cara menyikapinya, mengatur waktu
agar efektif juga efisien. Maaf, jika sering meninggalkanmu untuk urusan dunia.
Ditambah dengan ujian iman yang menantang seluruh hawa nafsu yang menguasai pemilik
raga. Berharap dapat nilai bagus yha dari Allah? Minimal gak remidi lah. Masa
urusan dunia remidi akhirat juga ikut-ikutan remidi? Ya, nggak bisa dong! Hehe…
Puncak
ramadhan semakin terasa tepat di penghujung 10 malam terakhir. Berbagai ujian
datang bertubi-tubi seakan benar benar menghujam jiwa pemilik raga. Otak
kembali kepada kebiasaan yang lama untuk berpikir yang tidak-tidak. Hal yang
seharusnya tidak terpikir ikut masuk menyelinap ke dalam sela-sela neuron dalam
otak. Tak jarang tetesan air mata itu tak mampu berhenti membasahi zigomatik
yang sudah mulai lelah dengan semuanya. Akan tetapi, syukur alhamdulillah
moment seperti ini disandingkan tepat dengan waktu-waktu mustajab untuk lebih
dekat denganNya. Serasa sudah memiliki feel tersendiri jika kini mau berbicara
juga berkeluh kesah kepada Dia yang selalu ada.
Kesempatan
yang masih diberikan kepada pemilik raga membuat kedekatan semakin erat. Memang
sebelumnya juga sudah minta “Tolong setelah hari Raya saja, yha?”. Terpikirkan
jika semua akan terlaksana sesuai rencana. Akan tetapi tidak. Huft, kesempatan
yang diberi ternyata telah menetapkan bahwa sudah waktunya istirahat bagi
pemilik raga. Sayang padahal tinggal beranjak sehari lagi kemenangan
sudah di depan mata. Meninggalkan sebuah bacaan dari lembaran demi lembaran yang belum usai dan shaum yang
tinggal sekali saja.
Bagaimana
bisa tidak sedih? Ha? Bulan yang penuh rahmat dan ampunan ini berkemas
meninggalkan bumi. Seakan tinggal
menunggu beberapa jam lagi pesawat keberangkatannya sudah akan take off. Butuh waktu seharian mungkin
untuk mempersiapkan upacara pelepasannya.
Ramadhan,
terima kasih yah! Banyak sekali pelajaran yang diambil oleh pemilik raga untuk
kesempatan kali ini. Terima kasih telah membuat hubungan pemilik raga dengan
Dia erat kembali. Terima kasih telah membuat pemilik raga sadar. Terima kasih
atas segala kesabaran, keteguhan juga kekuatan yang engkau berikan kepada
pemilik raga. Semoga ujiannya lulus 100 % yha? So pasti terima kasih banyak
telah membuat pemilik raga menjadi putih, murni, bersih kembali layaknya bayi
yang baru dilahirkan dari rahim ibunya.
Mungkin
cukup sampai di sini dulu yha? Pemilik raga hanya bisa menyambut dan menjamumu
dengan baik. Maaf, untuk kali ini pemilik raga tidak bisa mengantarmu untuk
pulang. Pulang sendiri tidak apa-apa kan? Sampaikan salam pemilik raga kepada Dia yha?
Bilang aja jika pemilik raga akan berusaha menjadi lebih baik sampai semua yang
dilakukan dapat membuat Dia senang. Tenang, selagi langit masih berwarna hitam
pemilik raga akan setia menemanimu untuk berkemas. Tapi, jika nanti langit
sudah cerah pemilik raga hanya bisa melambaikan tangannya kepadamu. Berharap
tahun depan jumpa lagi yha? Jika tidak tolong jumpai pemilik raga di surgaNya
kelak. Aamiin.
